Kamis, 13 Desember 2012

Makalah Metode Studi Islam


PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM
DI ARAB DAN DI INDONESIA

Disusun oleh:
Nama                           : NPM
Ahmad Riyadin          : 1011050109
Desi Suparyati             : 1011050086
Dwi Maydalena          : 1011050034
Nur Ngafifah              : 1011050049
Mata Kuliah                : Metode Studi Islam
Jurusan/ Smt/Kls         : Matematika/I/B
Dosen                          : Muslim Basyar





FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN
LAMPUNG
T.A. 2010/2011

KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT. Makalah tentang “Perkembangan Pemikiran Islam di Dunia” ini dapat hadir di hadapan para pembaca yang budiman. Secara khusus kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberi masukan yang sangat berharga baik dalam tahap rancangan maupun hasilnya nanti.
            Terima kasih yang mendalam juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan yang telah membantu kelompok kami dalam menyelesaikan makalah ini.
            Akhirnya tegur sapa, kritik dan saran tetap penulis harapkan dari semua pihak agar yang slah dapat diperbaiki, yang menyimpang dapat diluruskan dan yang kurang dapat disempurnakan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 20 Oktober 2010

Penulis                                    








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………   ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...   iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang………………………………………………………...   1
1.2  Rumusan Masalah……………………………………………………...  2
1.3  Ruang Lingkup Pembahasan…………………………………………... 2
BAB II            PEMBAHASAN
            2.1 Perkembangan Pemikiran Islam di Arab……………………………………..          3
            2.2 Dampak dari pemikiran dan filsafat Yunani terhadap Islam ………………...       5
            2.3 Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia………………………………...         7
            2.4 Teologi Rasional Muktazilah Ala Harun Nasution…………………………...         8

BAB III  KESIMPULAN………………………………………………………………….           10

DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Pemikiran dan gerakan pembaruan dalam Islam merupakan suatu proses yang tidak pernah berhenti. Memang tidak dapat disangkal bahwa pada masa-masa tertentu dalam sejarah islam terdapat masa-masa kemandegan dalam proses tersebut. Tetapi pada saat tersebut selalu muncul tokoh-tokoh muslim pembaru yang tidak betah berada pada kemapanan yang telalu berkepanjangan, dengan upaya-upaya reinterpretasi terhadap ajaran agama dalam rangka menjawab tantangan-tantangan zaman atas dasar pemikiran-pemikirannya, tokoh-tokoh pembaru tersebut telah mempelopori dan membangun gerakan-gerakan pembaruan di dunia Islam.

Di Arab, peradaban Islam yang berkembang di negara ini berdiri di atas tatanan masyarakat kecil yang dibangun berdasarkan ikatan keluarga, keturunan kekerabatan dan ikatan etnis, masyarakat pertanian dan perkotaan, perekonomian pasar, kepercayaan monotheistik dan imperium birokratis. Transformasi sosial dari masyarakat Arab pra islam sampai terbentuknya keunggulan peradaban dan dilanjutkan dengan masa stagnasi terhadap pemikiran secara sistematis dapat klasifikasikan dalam 3 fase. Fase pertama merupakan fase penciptaan komunitas baru yang yang bercorakkan islam di Arab sebagai hasil dari transformasi masayarakat pinggiran dengan sebuah masyarakat kekeraatan. Fase kedua merupakan penaklukan bangsa Arab (komunitas muslim) yang baru terbentuk yang pada akhirnya mendorong terciptanya imperium dan kebudayaan islam. Fase ketiga merupakan fase post-imperium atau periode kesultanan yang mana pola dasar kultural berubah menjadi agama dan basis organisasi komunal dari masyarakat Timur Tengah.

Selanjutnya, Indonesia adalah negara yang berpenduduk mayoritas muslim, walaupun tidak mempunyai ideologi Islam (bukan negara islam seperti Arab, Pakistan, dan Iran) sebagai asas kehidupan bernegara namun sebagaimana dikatan oleh Amien Rais bahwa Indonesia tak pelak lagi dapat dikatakan sebagai negara islam secara substansial (isi dan bentuk). Di lihat dari potret keberadaan bangsa Indonesia saat ini tidak bisa dipisahkan dari kronologis perjalanan sejarahnya masa lampau. Apalagi sebagaimana diketahui keberhasilan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari kegigihan dan keuletan umat Islam berjihad merebutnya dari tangan penjajah.

1.2  Rumusan Masalah
1.                  Perkembangan pemikiran Islam di Arab.
2.                  Perkembangan pemikiran Islam di Indonesia.

1.3  Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, kami membatasi pembahasan pemikiran islam di Indonesia menurut pemikiran Harun Nasution, dan pemikiran islam di Arab yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah.






BAB II
PEMBAHASAN
   Pemikiran Islam adalah pemikiran yang khas, lain daripada yang lain. Ini wajar sebab pemikiran islam berasal dari wahyu atau bersandarkan pada penjelasan wahyu, sedangkan pemikiran yang berkembang di antara manusia baik itu berupa agama-agama non-samawi, ideologipolitik dan ekonomi, maupun teori sosial sekedar muncul dari kejeniusan berfikir manusia yang melahirkannya.
Pemikiran islam mempunyai beberapa ciri khas antara lain: bersifat komprehensif, yakni mengatur semua aspek kehidupan manusia, seperti politik , sosial kemasyarakatan dan sebagainya. Bersifat luas, yakni karena luasnya pemikiran islam memungkinkan para ulama untuk melakukan istinbath (menggali) hukum-hukum syar’I dari nash-nash syariat-syariat tentang perkara baru apapun jenisnya. Bersifat praktis, yakni hadir untuk diterapkan dan dilaksanakan ditengah-tengah kehidupan. Dan bersifat manusiawi, yakni menyeru kepada manusia dalam kapasitasnya sebagai manusia, tanpa melihat lagi ras atau warna kulitnya.
2.1     Perkembangan Pemikiran Islam Di Arab
Bani Abbasiyah berkuasa sekitar 500 tahun, tahun 750-1258 M, berkedudukan di Baghdad, Iraq. Masa ini tidak ada lagi ekspansi dan penaklukan wilayah. Sebaliknya,
wilayah luas yang diwarisi bani Abbas dari bani Umayyah justru lepas satu per satu, sehingga muncul tiga kerajaan besar secara bersamaan yaitu Bani Abbas di Baghdad, Bani Fatimiyah di Mesir, dan kerajaan Islam di Spanyol. Ketiga kerajaan ini berbeda secara theologis dan politik. Bani Abbas berpaham Sunni sedang bani Fatimiyah yang mewariskan Al-Azhar berpaham Syiah. Sementara itu, Islam di Spanyol meski sama-sama Sunni tetapi keduanya berbeda bahkan merupakan lawan politik. Karena itu ketiganya bersaing ketat dalam semua hal, militer, kebudayaan dan peradaban, bahkan tidak jarang saling serang dengan menggunakan doktrin teologis keagamaan.
Sumbangan utama bani Abbas bagi peradaban Islam adalah dukungannya yang besar terhadap perkembangan keilmuan, filsafat dan sains. Secara umum kebanyakan khalifah bani Abbas adalah orang yang gandrung ilmu dan hikmah, dan memberi dukungan besar pada bidang ini. Al-Makmun (811-833 M) adalah khalifah yang mempelopori proses penterjemahan filsafat Yunani ke dalam Islam, yang kemudian didukung oleh penggatinya, Harun Al-Rasyid, dengan didirikannya Baitul Hikmah, perpustakaan besar dan pusat penelitian.
Hal itu bukan berarti pemikiran dan filsafat Islam berasal dari Yunani, atau bahwa Islam tidak mempunyai pemikiran filosofis dan rasional sendiri yang orisinal seperti dituduhkkan Renan dan Duhem. Pertama, bahwa belajar atau berguru tidak berarti meniru semata. Suatu ide dapat dibahas oeh banyak orang dan akan tampil dalam berbagai macam fenomena.
Kedua, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa pemikiran rasional telah dahulu mapan dalam masyarakat muslim sebelum kedatangan filsafat Yunani. Tercatat dalam sejarah, terjemahan filsafat-filsafat Yunani memberi kontribusikan besar bagi perkembangan pemikiran dan filsafat Islam baru dimulai pada masa Al-makmun oleh orang-orang seperti Yahya Al-Balmaki (w. 857 M), Yuhana Ibn Musyawaih dan Hunai Ibn Ishaq. Pada masa ini sistem berfikir rasional telah berkembang pesat dalam masyarakat intelektual Arab-Islam, yakni dalm fiqh (yurisprudensi) dan kalam (teologi). Dalam teologi, doktrin Muktazilah yang rasional, yang dibangun oleh Wasil ibn Atha’ telah mendominasi pemikiran masyarakat, bahkan menjadi doktrin resmi negara dan berkembang dalam berbagai cabang. Begitu pula di bidang fiqh, penggunaan nalar rasional dalam penggalian hukum (istinbath) dengan istilah-istilah seperti istihsan, istishlah, qiyas dan lainnya yang telah lazim digunakan. Di sini muncullah tokoh-tokoh mazhab fiqh yang memunculkan metode istinbath dengan menggunakan rasio seperti Au Hanifah, Malik, Syafi’I, dan Ibn Hanbal, mereka hidup sebelum kedatangan filsafat Yunani. Semua itu menunjukkan bahwa sebelum dikenal adanya logika dan filsafat Yunani, telah ada model pemikiran filosofis yang berjalan baik dalam masyarakat Islam, yakni dalam soal teologis dan kajian hukum. Bahkan pemikiran rasional dari teologi dan hukum inilah yang telah berjasa menyiapkan landasan bagi diterima dan berkembangnya logika dan filsafat Yunani dalam Islam.
Pemikiran rasional dan filosofis dalm Islam tersebut telah berkembang jauh sebelum datangnya Yunani sebagai akibat adanya tuntutan untuk menyesuaikan antara ajaran Al-Qur’an dengan realitas sehari-hari. Bersamaan dengan itu, dalam teologi, masyarakat Islam juga dituntut untuk menyelaraskan pandangan-pandangan yang tampaknya kontradiktif dan rumit, untuk selanjutnya mensistematisasikannya dalam suatu gagasan metafisika yang utuh. Misalnya bagaimana menyelaraskan antara siafat kemahakuasaan dan kemahabaikan Tuhan dalam kaitannya dengan maha tahu-Nya atas segala tindak manusia untuk taat atau kufur untuk kemudian dibalas sesuai dengan perbuatannya. Bagaimana meafsirkannya secara tepat bahasa antropomorfis Al-Qur’an, padahal ditegaskan pula bahwa Tuhan tidak sama dengan manusia, tidak bertangan, tidak berkaki dan seterusnya. Semua itu menggiring para intelektual muslim periode awal, khususnya para teolog untuk berfikir rasional dan filosofis, dalam hal itu antara metode-metode pemecahan yang yang diberikan atas masalah teologi tidak berbeda dengan filsafat Yunani, perbedaan antara keduanya adalah terletak pada premis-premis yang digunakan, bukan pada valid tidaknya tata cara penyusunan argumen. Yakni bahwa pemikiran teologi didasarkan atas teks suci sedang filsafat Yunani didasarkan atas premis-premis logis, pasti dan baku.
2.2 Dampak dari pemikiran dan filsafat Yunani terhadap Islam
Masuknya pemikiran dan filsafat Yunani, berdampak posotif bagi Islam yakni memberikan support besar bagi perkembangan filsafat dan sains Islam. Yang dapat kita lihat dalam sejarah bahwa peradaban islam  di bidang sains pada masa itu mengalami kemajuan. Dalam bidang filsafat, para filosof muslim mendapat referensi untuk mendiskusikan hubungan antara Tuhan yang Esa dengan realitas empiris yang beragam, pemahaman keagamaan yang bersumber pada wahyu dan renungan filosofis yang berasal dari rasio dan seterusnya. Sedangkan dampak negatifnya adalah timbul permasalahan baru, beberapa tokoh Islam yang belajar filsafat sampai berani mempersoalkan kenabian karena terlalu mengandalkan kekuatan rasio. Ar-Razi contohnya, Ia menolak kenabian dengan tiga alasan:
1.      Bahwa akal telah memadai untuk membedakan baik dan buruk, berguna dan tidak berguna. Dengan rasio manusia telah ampu mengenal tuhan dan mengatur kehidupannya sendiri dengan baik, sehingga tidak ada gunanya seorang nabi.
2.      Tidak ada pembenaran bagi pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing yang lain, karena semua orang lahir dengan tingkatan kecerdasan yang sama hanya pengembangan dan pendidikan yang membedakan mereka.
3.      Ajaran nabi ternyata berbeda. Jika benar bahwa mereka berbicara atas nama tuhan yang sama, mestinya tidak ada  perbedaan.
Karena itu, salah satu tokoh salaf yakni Ahmad Ibn Hanbal (780-855 M) menunjukkan sikap tidak kenal kompromi terhadap ilmu-ilmu filsafat. Menurut George N. Atiyeh, penentangan itu disebabkan, pertama, adanya kekhawatiran bahwa ilmu filsafat akan menyebabkan berkurangnya rasa hormat umat islam terhadap Tuhan. Kedua, adanya kenyataan bahwa mayoritas dari mereka yang mempelajari filsafat ternyata bukan orang islam. Ketiga, adanya usaha untuk melindungi umat islam dari pengaruh machianisme Persia.
Ketegangan dan penentangan tersebut dimulai pada masa Al-makmun dan berlanjut pada beberapa khalifah penggantinya yang mendukung muktazilah dan filsafat. Perubahan drastis terjadi setelah masa Al-Mutawakil. Ia berbalik mendukung salaf yang semakin kuat untuk mengamankan kekuasaanya. Perubahan politik in juga berdampak pada perubahan sikap dan paham teologi.
Pemikiran filsafat dan nalar rasional yang merupakan jantung keilmuan dan sains semakin tersingkir dari masyarakat islam sunni dan pusta kekuasaan bani Abbas setelah Al-Ghazali juga menyerang filsafat dan mengunggulkan tasawuf. Ia menyatakan bahwa tiga persoalan filsafat yang tidak sesuai dengan ajaran islam yaitu ajarannya tentang keqadiman alam, kebangkitan ruhani, dan ketidaktahuan Tuhan akan hal yang partikular. Ibnu Rusyd pada fase-fase berikutnya mencoba membendung serangan al-Ghazali, ia mencoba mengembalikan posisi filsafat. Usahanya gagal, bahkan ia menjadi korban pertentangan antara filsafat dan fiqh yang akhirnya ia diasingkan dan karya-karya filsafatnya dibakar.
2.3 Perkembangan pemikiran Islam di Indonesia
Pemikiran islam di Indonesia bukanlah barang baru ketika Harun Nasution mengutarakan berbagai gagasan pemikirannya. Bangsa indonesia (sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia) merupakan salah satu gudang pemikiran islam. Memang perkembangan pemikiran islam baru dimulai sejak sekitar masa pergerakan nasional. Pemikiran pada masa itu juga tidak lepas dari gerakan pembaruan islam yang ada di Timur Tengah (terutama Mesir).
Pemikiran islam di Indonesia berkembang cukup pesat di awal abad ke-20. Hal itu ditandai dengan lahirnya gerakan modernisme. Gerakan modernisme yang bertumpu pada Qur’an dan Sunnah berupaya untuk mengembalikan kembali umat islam pada sumber ajarannya yang tidak pernah usang ditelan zaman sehingga tidak perlu diperbaharui. Namun, hal ini perlu diangkat lagi ke permukaan masyarakat yang telah tertutup oleh tradisi dan adat istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran pokok tersebut. Pengusung gerakan Modernisme pada saat itu adalah H.O.S. Tcokroaminoto, Agus Salim, dan Mohammad  Natsir. Perubahan dari taqlid kepada ijtihad merupakan akar pemikiran islam tersebut. Akar pemikiran itu kemudian menjalar kepada pemikiran aplikatif dan kehidupan modern.
Ketika Agus Salim dan Tjokroaminoto berhadapan dengan komunis dan nasionali, mereka mengusung pembicaraan tentang sistem ekonomi yang direlevansikan dengan pembinaan masyarakat menurut Islam. Pada umumnya sampai masa konstituante tahun 1956-1959, pamikiran islam di Indonesia berkisar pada soal-soal ibadah dan muamalah.
Dalam pemikiran Harun kita akan lihat warna berbeda yang bisa dilihat dari beberapa perspektif yaitu suasana zaman, afiliasi terhadap ormas/parpol, fokus terhadap bidang akademis. Kembali kepada pembahasan paragraf sebelumnya tentang garis besar pemikiran Islam pada awal abad ke-20 sampai masa konstituante, Deliar Noer menarik beberapa kesimpulan tentang corak gerakan masa itu antara lain bahwa pemikiran kalangan Islam masa itu lebih merupakan reaksi atau respon terhadap tantangan yang ada. Ia merupakan reaksi terhadap pemikiran Barat. Selain itu permasalahan yang dihadapi tidak diimbangi dengan tersedianya orang-orang ynag ahli dan mempunyai waktu luang sehingga bahasan dan kajianyang dilakukan terhadap salah satu kurang mendalam dan kurang mengena. Warna berbeda lainnya yaitu afiliasi tehadap ormas/parpol. Kenyataan memperlihatkan bahwa para tokoh sebelumnya adalah bagian dari ormas atau parpol. Hal itu secara tidak langsung menjadi salah satu pertimbangan apakah pemikiran yang dikeluarkan tokoh itu adlah murni pemikirannya. Perspektif lainnya adalah fokus yang digeluti oleh Harun Nasution pada bidang akademis. Artinya bahwa pemikirannya adalah suatu kajian yang bisa disampaikan bahkan dipakai sebagai kurikulum.
2.4 Teologi Rasional Muktazilah ala Harun Nasution
Setiap tokoh memiliki cirikhas pemikiran dan latar belakang pemikirannya masing-masing. Bila tidak berlebihan dapat dikatakan titik tolak pemikiran Harun Nasution adalah pemikiran Muktazilah yang sudah diupamnya. Fauzan shaleh mengatakan bahwa  pemikiran muktazilah tersebut diperkenalkan oleh Harun Nasution secara lebih komprehensif. Inti pembaharuan pemikiran Harun Nasution sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para pendahulunya yaitu menekankan tentang Ijtihadakan tetapi Harun sudah memasuki tataran pembahasan yang sudah lebih mendalam tentang teologi. Masalah kalam ini jarang sekali diperbincangkan oleh para pemikir Islam sebelumnya. Seperti pada paparan diatas, sebagian besar pemikirannya dititikberatkan pada kajian muamalah.
Hal itu terjadi karena suasana zaman yang maenarik para pemikir islam tersebut untuk merespon masalah yang ada. Sedangkan Haruh Nasution adalah orang yang lepas dari berbagai kemelut masalah yang ad, walaupun pada masanya bukan berarti tidak ada masalah.
Teologi adalah ilmu yang mempelajari ajaran-ajaran dasar suatu agama. Dalam islam teologi disebut sebagai ‘ilm al-kalam. Secara umum pemikiran Harun Nasution tentang teologi rasional maksudnya adalah bahwa kita harus mempergunakan rasio kita dalam menyikapi masalah. Namun bukan berarti menyepelekan wahyu. Karena manurutnya di dalam Al-Qur’an memuat sebagian kecil ayat ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah, hidup bermasyarakat, serta hal-hal mengenai ilmu pengetahuan dan fenomena natur. Menurutnya di dalam Al-Qur’an ada dua bentuk kandungan yaitu qath’iy al dalalah dan zhanniy al dalalah. Qath’iy al dalalah adalah kandungan yang sudah jelas sehingga tidak lagi dibutuhkan suatu interpretasi. Zhanniy al dalalah adalah kandungan di dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas sehingga menimbulkan pemikiran-pemikiran yang berlainan. Disinilah dibutuhkan akal yang dapat berpikir tentang semua hal tersebut. Dalam hal ini, keabsolutan wahyu sering dipertentangkan dengan kerelatifan akal.















BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka penulis dapat simpulkan bahwa:
Pemikiran yang sangat berpengaruh di Arab pada awalnya sangat dipengaruhi oleh masuknya pengaruh filsafat Yunani, yang memiliki dampak positif dan negatif terhadap pemikiran yang ada di kalangan umat Islam. Hingga muncul berbagai permasalahan yang akhirnya banyak menuai perdebatan di kalangan intelektual yaitu melalui pemikiran-pemikiran mereka. Mereka lebih menitikberatkan pada bidang filsafat keagamaan.
Di Indonesia gerakan modernisme lahir pada saat pemikiran Indonesia sedang berkembang cukup pesat. Tokoh-tokoh yang mengusungnya adalah H.O.S. tjokroaminoto, Agus Salim, dan Mohammad Natsir. Disini Harun Nasution memaparkan pemikiran-pemikirannya dengan sudut pandang berbeda dari para pengusung gerakan modernisme dan Ia juga memaparkan pemikiran tentang toelogi rasionalnya. Para pamikir di Indonesia menitik beratkan pemikirannya pada ijtihad, muamalah dan lain sebagainya.








DAFTAR PUSTAKA
Sani, Abdul. 1996. Perkembangan Modern Dalam Islam.Jakarta: Rajawali Pers.
Hidayat, Komaruddin. 2002. Pranata Islam di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Rais, Amien. 1989. Islam dan Pembaruan. Jakarta: CV. Rajawali.
Noer, Deliar. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta. LP3ES.
Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Azra, Azyumardi. 1985. Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

 semoga bermanfaat ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kategori

Arsip Saya

Populer

Statistik Saya