FITRAH MANUSIA DAN
KONSEP
PENGEMBANGANNYA
(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Pendidikan Islam)
Disusun Oleh :
Nama (NPM)
Ica Meirisa Dhinari (1011050147)
Nur Ngafifah (1011050049)
Sudriyah (1011050090)
Syafaati Laili Mustofiyah (1011050000)
Jurusan/Semester : Tadris Matematika/ IV
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Islam
Dosen : Agus Faisal
Asha, M.Pd.I
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang ”Fitrah Manusia dan Konsep-Konsep Pengembangannya” sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam.
Kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang telah membimbing dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam proses pembuatan makalah ini.
Tiada gading yang tak retak, kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi sempurnanya makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Wassalamualaikum wr.wb
Bandar Lampung, April 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Hal ini dikarenakan
manusia dikaruniai akal sebagai keistimewaan dibandingkan makhluk lainnya.
Manusia merupakan makhluk mulia dari segenap makhluk yang ada di alam raya ini.
Allah telah membekali manusia dengan berbagai keutamaan sebagai ciri khas
yang membedakan dengan makhluk yang lain. Untuk mengetahui komponen yang ada
dalam manusia, hal ini bisa dilihat dari pengertian
manusia menurut
tinjauan Al-Qur’an.
Keistimewaan manusia juga dikarenakan manusia memiliki
potensi yang dikenal dengan istilah fitrah.
Banyak persepsi mengenai makna fitrah. Sehingga kadang melenceng dari konsep
fitrah yang sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu bagaimana fitrah
manusia dikaitkan dengan konsep Pendidkan
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Fitrah Manusia
Dalam pandangan
Islam kemampuan dasar dan keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk
lainnya atau pembawaan disebut dengan fitrah. Secara etimologi fitrah berasal
dari kata fathara yang artinya ‘menjadikan’, namun secara terminologi fitrah
adalah mencipta atau menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan merupakan
pola dasar yang perlu penyempurnaan. Secara
umum pemaknaan fitrah dalam Al-Qur’an dapat dikelompokkan
setidaknya dalam empat makna:
- Proses penciptaan langit dan bumi
- Proses penciptaan manusia
- Pengaturan alam semesta dan isinya secara serasi dan seimbang
- Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasa dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.[1]
Apabila makna fitrah
dirujuk pada manusia maka makna fitrah
memiliki berbagai pengertian. Seperti dalam surat Ar-Rum ayat 30, yang bermakna
bahwa fitrah manusia yaitu
potensi manusia untuk beragama atau bertauhid kepada Allah. Bahkan iman bawaan
telah diberikan kepada manusia semenjak lahir. Selain
itu juga terdapat dalam sabda nabi saw, yaitu:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
Artinya:
“Tidak ada anak yang dilahirkan (oleh orangtuanya) kecuali (dilahirkan) dalam keadaan suci (fithrah), hanya saja kedua orang-tuanya (lingkungannya) yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhari).
“Tidak ada anak yang dilahirkan (oleh orangtuanya) kecuali (dilahirkan) dalam keadaan suci (fithrah), hanya saja kedua orang-tuanya (lingkungannya) yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhari).
Makna fitrah
harus mencakup tentang manusia yang membutuhkan interaksi terhadap
lingkungannya. Hal ini dikarenakan tugas pokok manusia sebagai khalifah di muka
bumi ini. Dalam
pelaksanaan kekhalifahannya, manusia senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain atau makhluk lainnya.
Untuk itu, menurut Hasan Langgulung fitrah
berarti, potensi-potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut
meruakan keterpaduan yang tersimpul dalam al asma’ul al-husnah (sifat-sifat Allah).
Tentu saja potensi manusia yang tersimpan dalam sifat Allah
tidak sempurna. Tetapi memiliki keterbatasan yang dimilikinya. Sehingga manusia
selalu membutuhkan bantuan dan pertolongan dari Tuhannya dalam upaya pemenuhan
semua kebutuhannya. Keadaan ini menyadarkan manusia akan keterbatasannya dan
ke-Mahakuasa-an Allah. Potensi yang telah diberikan Allah kepada manusia
menjadikan manusia berfikir dan mampu mengemban amanat yang dibebankan oleh
Allah kepadanya.
Dari
kedua dalil diatas yang memuat kata fitrah,
maka fitrah dapat diambil
pengertian sebagai berikut.
- Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
- Fitrah yang berarti potensi. Potensi, mengacu kepada dua hal, yang baik dan buruk. Sehingga perlu dikembangkan, diarahkan, dan dididik. Disinilah fungsi pendidikan yaitu agar potensi manusia bisa terahkan dan berkembang dengan baik.
- Fitrah yang mengandung kecenderungan yang netral[2]. Dengan demikian, manusia harus melakukan usaha pendidikan aspek eksternal.
B. IMPLIKASI
FITRAH MANUSIA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
Ketika manusia
itu diciptakan, manusia
sudah memiliki
kemampuan potensi dasar pada
dirinya, namun potensi yang ada itu bukan merupakan suatu hal yang konkrit
dapat langsung terlihat, tetapi masih merupakan hal yang tersembunyi pada
mulanya. Potensi atau kemampuan tersebut dalam Islam disebut sebagai "Fitrah". Fitrah ini
merupakan potensi dasar manusia yang dibawanya sejak lahir sebagai kemampuan
dasar dan kecenderungan yang murni bagi setiap individu manusia. Setiap manusia yang lahir mempunyai kemampuan untuk
dapat menumbuhkembangkan potensi yang ada pada dirinya, fitrah yang ada itu
akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan di sekitarnya.
Potensi dasar yakni potensi yang ada dalam jasmani
dan rohani. Bekal yang dimiliki manusia pun tidak hanya berupa asupan positif
saja, karena dalarn diri manusia tercipta satu potensi yang diberi nama nafsu.
Dan nafsu ini yang sering membawa manusia lupa dan ingkar dengan fitrahnya
sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi.
Untuk itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada dalam dirinya
untuk rnencapai fitrah tersebut.
Dan sebagai
pendidik pertama di bumi, orang tua adalah yang berkewajiban memberikan
pengetahuan pertama kepada anak-anaknya. Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka masalah yang akan diungkap dalam penelitian
ini adalah bagaimana Implikasi antara Fitrah Manusia dalam Pendidikan Islam, yakni
dilihat menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan
tentang Implikasi Fitrah
Manusia terhadap
Pendidikan Islam. Setelah dilakukan analisa dan kajian terhadap implikasi
fitrah manusia terhadap pendidikan, maka penulis mengemukakan beberapa
kesimpulan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani
pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia
berdasarkan hukum-hukum.
Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan tugas ganda, yaitu
sebagai khalifäh Allah dan Abdullah (Abdi Allah).
Untuk
mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah
potensi didalam dirinya. Potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafsu, akal, qalb, dan fitrah. Sejalan
dengan itu, Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa potensi dasar tersebut berupa
jasmani, rohani, dan fitrah namun ada juga yang menyebutnya dengan jismiah,
nafsiah dan ruhaniah. Potensi yang ada pada manusia adalah untuk dikembangkan
dan masing-masing pribadi manusia sebagai karunia Tuhan.
Potensi ini
merupakan potensi mental-spiritual dan fisik yang diciptakan Tuhan sebagai
fitrah yang tidak bisa diubah atau dihapuskan oleh siapapun, akan tetapi dapat
diarahkan perkembangannya dalam proses pendidikan sampai titik optimal yang
berakhir pada takdir Tuhan. Disaat mereka mengalami ketidakberdayaan ketika
musibah menghampirinya, secara naluriah, mereka akan meminta pertolongan dan segalanya kepada
Allah, yang bisa mernbebaskan mereka dan
ketidakberdayaan itu. Manusia
secara insting akan berbuat semacam itu sebagai ungkapan jiwanya yang pada
fitrahnya adalah suci, bertuhan, dan mengakui kebenaran. Proses pendidikan
manusia dan waktu ke waktu akan mengembangkan fitrah manusia itu sendini. Oleh karena
itu mengapa pendidikan sangat diperlukan bagi manusia.
C.
KOMPONEN PSIKOLOGI DALAM FITRAH
Fitrah merupakan kondisi
jiwa yang suci, bersih yang reseptif terbuka kepada pengaruh eksternal termasuk
pendidikan. Kemampuan untuk mengadakan reaksi atau response terhadap pengaruh
dari luar tidak terdapat di dalam fitrah, yang kemukakan oleh ahli sunnah wal
jamaah.
Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan
manusia yang dibawa sejak lahir dan berpusat pada potensi dasar untuk
berkembang. Potensi dasar tersebut sacara menyeluruh (integral) yang
menggerakkan seluruh aspek-aspeknya secara mekanis yang mana satu sama lain saling
mempengaruhi menuju kearah tujuan tertentu.
Aspek-aspek fitrah
merupakan komponen dasar bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh
pendidikan.
Komponen- komponen dasar tersebut meliputi :
- Bakat, merupakan suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesional) dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan kognisi (daya cipta), konasi (kehendak), dan emosi (rasa) yang disebut dengan tri kotomi (tiga kekuatan kemampuan rohani manusia).
- Insting (ghorizah), adalah kemampuan berbuat atau bertingkah tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting tersebut merupakan pembawaan sejak lahir juga. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan tanpa proses belajar.
3.
Nafsu
dan dorongan-dorongan. Dalam tasawuf dikenal nafsu-nafsu lawwamah yang
mendorong kearah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain. Nafsu ammarah
yang mendorong kea rah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi orang lain.
Nafsu birahi yang mendorong ke arah perbuatan seksual. Nafsu mutmainnah yang
mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali,
nafsu manusia terdiri dari nafsu malakiah yang cenderung ke arah perbuatan
mulia sebagai halnya para malaikat, dan nafsu bahimiah yang mendorong ke arah
perbuatan rendah sebagaimana binatang.
4.
Karakter
adalah merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir. Karakter ini
berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang. Karakter
terbentuk oleh kekuatan dari dalam diri manusia, bukan terbentuk dari pengaruh
luar.
5.
Hereditas
atau keturunan adalah merupakan faktor kemampuan dasar yang mengandung
ciri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik dalam
garis yang terdekat maupun yang telah jauh.
6.
Intuisi
adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi
menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam
situasi khusus diluar kesadaran akal pikiran, namun mengandung makna yang
bersifat konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan kepada
orang yang bersih jiwanya[3].
7.
Implikasi Fitrah Manusia
Terhadap Pendidikan
D.
Macam–Macam Potensi Manusia
Sebagaimana telah
dijelaskan diatas bahwa fitrah
mengacu kepada potensi yang dimiliki manusia. Potensi itu diantaranya yaitu,
1. Potensi beragama
Perasaan keagamaan adalah naluri yang dibawa sejak lahir
bersama ketika manusia dilahirkan. Manusia memerlukan keimanan kepada zat
tertinggi yang Maha Esa diluar
dirinya dan dan diluar dari alam benda yang dihayati olehnya. Naluri beragama
mulai tumbuh apabila manusia dihadapkan pada persoalan persoalan yang
melingkupinya.
Akal akan menyadari kekerdilannya dan mengakui akan kudratnya
yang terbatas.[4]
Akal akan menyadari
bahwa kesempurnaan ilmu hanyalah bagi pencipta alam jagat raya ini, yaitu
Allah.
2. Kecenderungan moral
Kecenderungan moral sangat erat kaitannya dengan potensi
beragama. Sehingga ia
mampu untuk membedakan yang baik dan buruk. Atau memiliki hati yang dapat
mengarahkan kehendak dan akal. Apabila dipandang dari pengertian fitrah seperti
di atas, maka kecenderungan moral itu bisa mengarah kepada dua hal sebagaimana
terdapat dalam surat Asy-Syam ayat 7 yang Artinya:
Dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) dan ketakwaannya.
3. Manusia bersifat fleksibel.
Manusia mampu dibentuk dan diubah[5].
Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan, menghayati adat-istiadat, nilai, atau aliran baru. Atau
meninggalkan adat, nilai dan aliran lama, dengan cara interaksi sosial baik dengan lingkungan yang
bersifat alam atau kebudayaan. Allah berfirman tentang bagaimana sifat manusia
yang mudah lentur, terdapat dalam surat Al Insan ayat 3, artinya:
Sesungguhnya Kami telah
menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
4. Kecenderungan bermasyarakat
Manusia juga memiliki kecendrungan bersosial dan
bermasyarakat.
Menurut
Ibnu Taimiyah, dalam diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi.
a) Daya Intelektual (Quwwat Al-‘Aql),
yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan
buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan
Tuhannya.
b) Daya Ofensif (Quwwat Al-Syahwat), yaitu potensi dasar yang mampu
menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya,
baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
c)
Daya
Defensif (Quwwat Al-Ghadhab) yaitu potensi dasar yang dapat
menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya. Namun
demikian, diantara ketiga potensi tersebut, di samping agama – potensi akal merupakan sebagai alat kendali (kontrol) dua
potensi lainnya.
Menurut
Ibnu Taimiyah membagi fitrah
manusia kepada dua bentuk, yaitu:
1.
Fitrah Al-Gharizat
Merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya sejak
lahir. Bentuk fitrah ini berupa
nafsu, akal, dan hati nurani. Fitrah
(potensi) ini dapat dikembangkan melalui jalan pendidikan.
2. Fitrah
Al-Munazalat
Merupakan potensi luar manusia. Adapun fitrah ini adalah wahu ilahi yang
diturunkan Allah untuk membimbing dan mengarahkan fitrah al gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang
hanif. Semakin tinggi interaksi antara kedua fitrah tersebut, maka akan semakin tinggi pula kualitas manusia.
Berdasarkan penjelasan mengenai potensi
manusia, tampak jelas bahwa lingkungan sebagai faktor eksternal. Lingkungan
ikut mempengaruhi dinamika dan arah pertumbuhan fitrah manusia. Semakin baik penempaan fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah
kepribadiannya. Demikian pula sebaliknya, penempaan dan pembinaan fitrah yang dimiliki tidak pada
fitrahnya maka manusia akan tergelincir dari tujuan hidupnya. Untuk itu salah
satu pembinaan fitrah dengan
pendidikan.
E.
Hubungan
Fitrah Manusia dan Kependidikan
Fitrah yang mengandung implikasi
pendidikan mengandung paham nativisme. Maksudnya bahwa manusia mempunyai
potensi dasar beragama yang tidak dapat dirubah. Fitrah yang bercorak nativisme[6]
ini berkaitan juga dengan faktor
hereditas (keturunan) yang bersumber dari orang tua, termasuk juga keturunan
beragama. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat
Nuh ayat 26-27.
Menurut Ali Firi dalam buku M. Arifin, salah seorang ahli
pendidikan Mesir menyatakan bahwa kecenderunga nafsu berpindah dari orang
tua secara turun temurun.
Namun demikian fitrah
itu tetap harus dipelihara dan dijaga. Sehingga peran lingkungan sangat penting
dalam mengembangkan potensi seorang manusia. Potensi anak akan dikembangkan melalui proses pendidikan sehingga dalam proses pendidikan
menjelaskan bahwa fitrah yang
telah dibawa sejak lahir bagi anak akan memiliki pengaruh yang cukup besar
dipengaruhi dengan lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor yang mepengaruhi manusia,
meskipun demikian bukanlah menjadi faktor utama. Hal ini dikarena masih adanya
faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkah laku manusia. Melalui proses
belajar, manusia bisa menjadi orang-orang yang bermanfaat. Fitrah tersebut harus diarahkan
kearah yang positif agar tidak menimbulkan suatu persepsi yang negative.
Konsep fitrah
juga menuntut agar pendidikan islam harus bertujuan mengarahkan pendidikan demi
terjalinnya ikatan kuat seorang manusia dengan Allah. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa fitrah
manusia dekat dengan tauhid.
Tauhid telah menjadi essensi dari semua bentuk agam-agama. Konsep tauhid
inilah yang memberikan tekanan kekuasaan Allah yang mesti dipatuhi dalam
kurikulum pendidikan islam. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Al A’raf: 172, Arinya:
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi”. (kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)”,
Fitrah juga dapat diartikan sebagai
kecenderungan-kecenderungan, seperti makan, minum, kebutuhan sex dan lainnya.
Kecenderunga ini berperan bagi jasmani manusia yang tercipta dari tanah,
sebagimana terdapat dalam surat As- Sajadah ayat 7, Artinya:
Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi. Apabila ditelaah, kebutuhan manusia hampir sama dengan kebutuhan
makhluk lainnya, seperti binatang dan tumbuhan. Sehingga manusia selalu ingin dan mengikuti
rasa nyaman dan tidak ingin tunduk pada kesopanan. Apabila manusia bertingkah laku seperti itu, maka
mirip dengan tingkah laku binatang. Untuk membedakan manusia dengan penciptaan
Allah yang lain, maka manusia harus dididik. Kecenderungan tesebut tetap harus
dipenuhi seperti makan dan minum, dan lainnya. Tetapi kecenderungan tersebut harus tetap dikontrol
sehingga bisa terealisasikan dengan baik.
BAB
III
KESIMPULAN
Dalam rangka mengembangkan fitrah (potensi) manusia, baik potensi jasmani
maupun rohani, secara efektif dapat dilakukan melalui pendidikan karena fitrah
manusia tidak bisa dibiarkan berkembang bebas. Fitrah tersebut harus dididik dan diarahkan. Sedangkan tujuan
pengembangan fitrah manusia itu secara optimal adalah agar kita sebagai manusia
mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai hamba Allah SWT. dan khalifah di
muka bumi. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa fitrah mempunyai dua kecenderungan yang
berlawanan, yaitu kearah kebaikan dan keburukan.
Untuk itu, proses pendidikan harus dilakukan, agar manusia tetap berada dalam
lingkup kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nata, Abuddin. Filsafat pendidikan
Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2005
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta
pusat: Kalam Mulia. 2010.