Kamis, 13 Desember 2012

Ilmu Pendidikan Islam


FITRAH MANUSIA DAN KONSEP
PENGEMBANGANNYA
(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam)

Disusun Oleh :
Nama  (NPM)
Ica Meirisa Dhinari   (1011050147)
Nur Ngafifah  (1011050049)
Sudriyah (1011050090)
Syafaati Laili Mustofiyah (1011050000)
Jurusan/Semester                  :  Tadris Matematika/ IV
Mata Kuliah                           :  Ilmu Pendidikan Islam
Dosen                                     :  Agus Faisal Asha, M.Pd.I


               

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2012

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas limpahan  rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang ”Fitrah Manusia dan Konsep-Konsep Pengembangannya” sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam.

Kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang telah membimbing dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam proses pembuatan makalah ini.

Tiada gading yang tak retak, kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi sempurnanya makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Wassalamualaikum wr.wb

 

Bandar Lampung,    April 2012



                                                                        Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Hal ini dikarenakan manusia dikaruniai akal sebagai keistimewaan dibandingkan makhluk lainnya. Manusia merupakan makhluk mulia dari segenap makhluk yang ada di alam raya ini. Allah  telah membekali manusia dengan berbagai keutamaan sebagai ciri khas yang membedakan dengan makhluk yang lain. Untuk mengetahui komponen yang ada dalam manusia, hal ini bisa dilihat dari pengertian manusia menurut tinjauan Al-Qur’an.
Keistimewaan manusia juga dikarenakan manusia memiliki potensi yang dikenal dengan istilah fitrah. Banyak persepsi mengenai makna fitrah. Sehingga kadang melenceng dari konsep fitrah  yang sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu bagaimana fitrah manusia dikaitkan  dengan konsep Pendidkan Islam.










BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Fitrah Manusia
Dalam pandangan Islam kemampuan dasar dan keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya atau pembawaan disebut dengan fitrah. Secara etimologi fitrah berasal dari kata fathara yang artinya ‘menjadikan’, namun secara terminologi fitrah adalah mencipta atau menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan merupakan pola dasar yang perlu penyempurnaan. Secara umum pemaknaan fitrah dalam Al-Qur’an dapat dikelompokkan setidaknya dalam empat makna:
  1. Proses penciptaan langit dan bumi
  2. Proses penciptaan manusia
  3. Pengaturan alam semesta dan isinya secara serasi dan seimbang
  4. Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasa dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.[1]
Apabila makna fitrah dirujuk pada manusia maka makna fitrah memiliki berbagai pengertian. Seperti dalam surat Ar-Rum ayat 30, yang bermakna bahwa fitrah manusia yaitu potensi manusia untuk beragama atau bertauhid kepada Allah. Bahkan iman bawaan telah diberikan kepada manusia semenjak lahir. Selain itu juga terdapat dalam sabda nabi saw, yaitu:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
Artinya:
Tidak ada anak yang dilahirkan (oleh orangtuanya) kecuali (dilahirkan) dalam keadaan suci (fithrah), hanya saja kedua orang-tuanya (lingkungannya) yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhari).
Makna fitrah harus mencakup tentang manusia yang membutuhkan interaksi terhadap lingkungannya. Hal ini dikarenakan tugas pokok manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Dalam pelaksanaan kekhalifahannya, manusia senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain atau makhluk lainnya. Untuk itu, menurut Hasan Langgulung fitrah berarti, potensi-potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut meruakan keterpaduan yang tersimpul dalam al asma’ul al-husnah (sifat-sifat Allah).
Tentu saja potensi manusia yang tersimpan dalam sifat Allah tidak sempurna. Tetapi memiliki keterbatasan yang dimilikinya. Sehingga manusia selalu membutuhkan bantuan dan pertolongan dari Tuhannya dalam upaya pemenuhan semua kebutuhannya. Keadaan ini menyadarkan manusia akan keterbatasannya dan ke-Mahakuasa-an Allah. Potensi yang telah diberikan Allah kepada manusia menjadikan manusia berfikir dan mampu mengemban amanat yang dibebankan oleh Allah kepadanya.
Dari kedua dalil diatas yang memuat kata fitrah, maka fitrah dapat diambil pengertian sebagai berikut.
  1. Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
  2. Fitrah yang berarti potensi. Potensi, mengacu kepada dua hal, yang baik dan buruk. Sehingga perlu dikembangkan, diarahkan, dan dididik. Disinilah fungsi pendidikan yaitu agar potensi manusia bisa terahkan dan berkembang dengan baik.
  3. Fitrah yang mengandung kecenderungan yang netral[2]. Dengan demikian, manusia harus melakukan usaha pendidikan aspek eksternal.
B.     IMPLIKASI FITRAH MANUSIA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
Ketika manusia itu diciptakan, manusia sudah memiliki kemampuan potensi dasar pada dirinya, namun potensi yang ada itu bukan merupakan suatu hal yang konkrit dapat langsung terlihat, tetapi masih merupakan hal yang tersembunyi pada mulanya. Potensi atau kemampuan tersebut dalam Islam disebut  sebagai "Fitrah". Fitrah ini merupakan potensi dasar manusia yang dibawanya sejak lahir sebagai kemampuan dasar dan kecenderungan yang murni bagi setiap individu manusia. Setiap manusia yang lahir mempunyai kemampuan untuk dapat menumbuhkembangkan potensi yang ada pada dirinya, fitrah yang ada itu akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan di sekitarnya.0.000000 0.000000
Potensi dasar yakni potensi yang ada dalam jasmani dan rohani. Bekal yang dimiliki manusia pun tidak hanya berupa asupan positif saja, karena dalarn diri manusia tercipta satu potensi yang diberi nama nafsu. Dan nafsu ini yang sering membawa manusia lupa dan ingkar dengan fitrahnya sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi. Untuk itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada dalam dirinya untuk rnencapai fitrah tersebut.
Dan sebagai pendidik pertama di bumi, orang tua adalah yang berkewajiban memberikan pengetahuan pertama kepada anak-anaknya. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimana Implikasi antara Fitrah Manusia dalam Pendidikan Islam, yakni dilihat menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan tentang Implikasi Fitrah Manusia terhadap Pendidikan Islam. Setelah dilakukan analisa dan kajian terhadap implikasi fitrah manusia terhadap pendidikan, maka penulis mengemukakan beberapa kesimpulan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum. Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan tugas ganda, yaitu sebagai khalifäh Allah dan Abdullah (Abdi Allah).
Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah potensi didalam dirinya. Potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafsu, akal, qalb, dan fitrah. Sejalan dengan itu, Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa potensi dasar tersebut berupa jasmani, rohani, dan fitrah namun ada juga yang menyebutnya dengan jismiah, nafsiah dan ruhaniah. Potensi yang ada pada manusia adalah untuk dikembangkan dan masing-masing pribadi manusia sebagai karunia Tuhan.
Potensi ini merupakan potensi mental-spiritual dan fisik yang diciptakan Tuhan sebagai fitrah yang tidak bisa diubah atau dihapuskan oleh siapapun, akan tetapi dapat diarahkan perkembangannya dalam proses pendidikan sampai titik optimal yang berakhir pada takdir Tuhan. Disaat mereka mengalami ketidakberdayaan ketika musibah menghampirinya, secara naluriah, mereka akan meminta pertolongan dan segalanya kepada Allah, yang bisa mernbebaskan mereka dan ketidakberdayaan itu. Manusia secara insting akan berbuat semacam itu sebagai ungkapan jiwanya yang pada fitrahnya adalah suci, bertuhan, dan mengakui kebenaran. Proses pendidikan manusia dan waktu ke waktu akan mengembangkan fitrah manusia itu sendini. Oleh karena itu mengapa pendidikan sangat diperlukan bagi manusia.

C.     KOMPONEN PSIKOLOGI DALAM FITRAH

Fitrah merupakan kondisi jiwa yang suci, bersih yang reseptif terbuka kepada pengaruh eksternal termasuk pendidikan. Kemampuan untuk mengadakan reaksi atau response terhadap pengaruh dari luar tidak terdapat di dalam fitrah, yang kemukakan oleh ahli sunnah wal jamaah.
Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan manusia yang dibawa sejak lahir dan berpusat pada potensi dasar untuk berkembang. Potensi dasar tersebut sacara menyeluruh (integral) yang menggerakkan seluruh aspek-aspeknya secara mekanis yang mana satu sama lain saling mempengaruhi menuju kearah tujuan tertentu.
Aspek-aspek fitrah merupakan komponen dasar bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.
Komponen- komponen dasar tersebut meliputi :
  1. Bakat, merupakan suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesional) dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan kognisi (daya cipta), konasi (kehendak), dan emosi (rasa) yang disebut dengan tri kotomi (tiga kekuatan kemampuan rohani manusia).
  2. Insting (ghorizah), adalah kemampuan berbuat atau bertingkah tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting tersebut merupakan pembawaan sejak lahir juga. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan tanpa proses belajar.
3.      Nafsu dan dorongan-dorongan. Dalam tasawuf dikenal nafsu-nafsu lawwamah yang mendorong kearah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain. Nafsu ammarah yang mendorong kea rah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi orang lain. Nafsu birahi yang mendorong ke arah perbuatan seksual. Nafsu mutmainnah yang mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali, nafsu manusia terdiri dari nafsu malakiah yang cenderung ke arah perbuatan mulia sebagai halnya para malaikat, dan nafsu bahimiah yang mendorong ke arah perbuatan rendah sebagaimana binatang.
4.      Karakter adalah merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang. Karakter terbentuk oleh kekuatan dari dalam diri manusia, bukan terbentuk dari pengaruh luar.
5.      Hereditas atau keturunan adalah merupakan faktor kemampuan dasar yang mengandung ciri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik dalam garis yang terdekat maupun yang telah jauh.
6.      Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam situasi khusus diluar kesadaran akal pikiran, namun mengandung makna yang bersifat konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan kepada orang yang bersih jiwanya[3].
7.      Implikasi Fitrah Manusia Terhadap Pendidikan

D.    Macam–Macam Potensi Manusia

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa fitrah mengacu kepada potensi yang dimiliki manusia. Potensi itu diantaranya yaitu,
1.      Potensi beragama
Perasaan keagamaan adalah naluri yang dibawa sejak lahir bersama ketika manusia dilahirkan. Manusia memerlukan keimanan kepada zat  tertinggi yang Maha Esa diluar dirinya dan dan diluar dari alam benda yang dihayati olehnya. Naluri beragama mulai tumbuh apabila manusia dihadapkan pada persoalan persoalan yang melingkupinya.
Akal akan menyadari kekerdilannya dan mengakui akan kudratnya yang terbatas.[4] Akal akan menyadari bahwa kesempurnaan ilmu hanyalah bagi pencipta alam jagat raya ini, yaitu Allah.
2.      Kecenderungan moral
Kecenderungan moral sangat erat kaitannya dengan potensi beragama. Sehingga ia mampu untuk membedakan yang baik dan buruk. Atau memiliki hati yang dapat mengarahkan kehendak dan akal. Apabila dipandang dari pengertian fitrah seperti di atas, maka kecenderungan moral itu bisa mengarah kepada dua hal sebagaimana terdapat dalam surat Asy-Syam ayat 7 yang Artinya:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)  dan ketakwaannya.
3.      Manusia bersifat fleksibel.
Manusia mampu dibentuk dan diubah[5]. Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan, menghayati adat-istiadat, nilai, atau aliran baru. Atau meninggalkan adat, nilai dan aliran lama, dengan cara interaksi sosial baik dengan lingkungan yang bersifat alam atau kebudayaan. Allah berfirman tentang bagaimana sifat manusia yang mudah lentur, terdapat dalam surat Al Insan ayat 3, artinya:
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
4.      Kecenderungan bermasyarakat
Manusia juga memiliki kecendrungan bersosial dan bermasyarakat.
Menurut Ibnu Taimiyah, dalam diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi.
a)      Daya Intelektual (Quwwat Al-‘Aql), yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan Tuhannya.
b)      Daya Ofensif (Quwwat Al-Syahwat), yaitu potensi dasar yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
c)      Daya Defensif (Quwwat Al-Ghadhab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya. Namun demikian, diantara ketiga potensi tersebut, di samping agama – potensi akal merupakan sebagai alat kendali (kontrol) dua potensi lainnya.
Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia kepada dua bentuk, yaitu:
1.      Fitrah Al-Gharizat
Merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir. Bentuk fitrah ini berupa nafsu, akal, dan hati nurani. Fitrah (potensi) ini dapat dikembangkan melalui jalan pendidikan.
2.      Fitrah Al-Munazalat
Merupakan potensi luar manusia. Adapun fitrah ini adalah wahu ilahi yang diturunkan Allah untuk membimbing dan mengarahkan fitrah al gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif. Semakin tinggi interaksi antara kedua fitrah tersebut, maka akan semakin tinggi pula kualitas manusia.
Berdasarkan penjelasan mengenai potensi manusia, tampak jelas bahwa lingkungan sebagai faktor eksternal. Lingkungan ikut mempengaruhi dinamika dan arah pertumbuhan fitrah manusia. Semakin baik penempaan fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula sebaliknya, penempaan dan pembinaan fitrah yang dimiliki tidak pada fitrahnya maka manusia akan tergelincir dari tujuan hidupnya. Untuk itu salah satu pembinaan fitrah dengan pendidikan.
E.     Hubungan Fitrah Manusia dan Kependidikan
Fitrah yang mengandung implikasi pendidikan mengandung paham nativisme. Maksudnya bahwa manusia mempunyai potensi dasar beragama yang tidak dapat dirubah. Fitrah yang bercorak nativisme[6] ini berkaitan juga dengan faktor hereditas (keturunan) yang bersumber dari orang tua, termasuk juga keturunan beragama. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Nuh ayat 26-27.
Menurut Ali Firi dalam buku M. Arifin, salah seorang ahli pendidikan Mesir  menyatakan bahwa kecenderunga nafsu berpindah dari orang tua secara turun temurun.
Namun demikian fitrah itu tetap harus dipelihara dan dijaga. Sehingga peran lingkungan sangat penting dalam mengembangkan potensi seorang manusia. Potensi anak akan dikembangkan melalui proses pendidikan sehingga dalam proses pendidikan menjelaskan bahwa fitrah yang telah dibawa sejak lahir bagi anak akan memiliki pengaruh yang cukup besar dipengaruhi dengan lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor yang mepengaruhi manusia, meskipun demikian bukanlah menjadi faktor utama. Hal ini dikarena masih adanya faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkah laku manusia. Melalui proses belajar, manusia bisa menjadi orang-orang yang bermanfaat. Fitrah tersebut harus diarahkan kearah yang positif agar tidak menimbulkan suatu persepsi yang negative.
Konsep fitrah juga menuntut agar pendidikan islam harus bertujuan mengarahkan pendidikan demi terjalinnya ikatan kuat seorang manusia dengan Allah. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa fitrah manusia dekat dengan tauhid. Tauhid telah menjadi essensi dari semua bentuk agam-agama.  Konsep tauhid inilah yang memberikan tekanan kekuasaan Allah yang mesti dipatuhi dalam kurikulum pendidikan islam. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Al A’raf: 172, Arinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
Fitrah juga dapat diartikan sebagai kecenderungan-kecenderungan, seperti makan, minum, kebutuhan sex dan lainnya. Kecenderunga ini berperan bagi jasmani manusia yang tercipta dari tanah, sebagimana terdapat dalam surat As- Sajadah ayat 7, Artinya:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Apabila ditelaah, kebutuhan manusia hampir sama dengan kebutuhan makhluk lainnya, seperti binatang dan tumbuhan. Sehingga manusia selalu ingin dan mengikuti rasa nyaman dan tidak ingin tunduk pada kesopanan.  Apabila manusia bertingkah laku seperti itu, maka mirip dengan tingkah laku binatang. Untuk membedakan manusia dengan penciptaan Allah yang lain, maka manusia harus dididik. Kecenderungan tesebut tetap harus dipenuhi seperti makan dan minum, dan lainnya. Tetapi kecenderungan tersebut harus tetap dikontrol sehingga bisa terealisasikan dengan baik.
















BAB III
KESIMPULAN

Dalam rangka mengembangkan fitrah (potensi) manusia, baik potensi jasmani maupun rohani, secara efektif dapat dilakukan melalui pendidikan karena fitrah manusia tidak bisa dibiarkan berkembang bebas. Fitrah tersebut harus dididik dan diarahkan. Sedangkan tujuan pengembangan fitrah manusia itu secara optimal adalah agar kita sebagai manusia mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai hamba Allah SWT. dan khalifah di muka bumi. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa fitrah mempunyai dua kecenderungan yang berlawanan, yaitu kearah kebaikan dan keburukan. Untuk itu, proses pendidikan harus dilakukan, agar manusia tetap berada dalam lingkup kebaikan.











DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nata, Abuddin. Filsafat pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2005
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta pusat: Kalam Mulia. 2010.




Terima Kasih
 


















[1] Samsul Nizar, Op Cit., h. 73
[2] Ibid. hal. 44

[3] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) hal. 103
[4] Omar M. Al Toumy al Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Terjemahan), Jakarta: Bulan Bintang,1979. hal. 122
[5] Ibid., hal. 156
[6] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakrya, 2002) hal. 19

Kategori

Arsip Saya

Populer

Statistik Saya